Sulit Cari Kerja, Bukan Salah AI Sepenuhnya, Ini Kunci Adaptasinya!

Subscribe dengan Account Google untuk mendapatkan News Letter terbaru dari Halovina !
Sulit Cari Kerja, Bukan Salah AI Sepenuhnya, Ini Kunci Adaptasinya!

Merasa mencari kerja akhir-akhir ini semakin menantang?.

Banyak fresh graduate dan pencari kerja merasakan hal yang sama.

Seringkali, Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dituding sebagai biang keladi utama.

Namun, benarkah AI telah mengambil alih semua pekerjaan, atau ada faktor lain yang lebih krusial, yaitu kemampuan kita untuk beradaptasi?

Saya melihat ini bukan sekadar masalah teknologi, melainkan pergeseran lanskap dunia kerja secara fundamental.

Kabar baiknya, dengan strategi yang tepat, Anda bisa menaklukkan tantangan ini dan bahkan unggul di era baru ini.

Mari kita bedah bersama kenapa mencari kerja terasa lebih sulit dan bagaimana Anda bisa beradaptasi.

Kondisi Pasar Kerja: Bukan Hanya Tentang AI


Memang benar, kondisi pasar kerja di Indonesia pada 2024-2025 menunjukkan tantangan tersendiri.

Angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meningkat dan ketidaksesuaian antara jumlah pencari kerja dengan lowongan yang tersedia menjadi faktor utama.

Namun, menuding AI sebagai satu-satunya penyebab adalah sebuah penyederhanaan.

Kenyataannya, AI bekerja sebagai "katalisator perubahan".

Sebuah survei dari Jobstreet pada tahun 2024 mengungkapkan bahwa 20% perusahaan di Indonesia telah menggunakan AI dalam proses rekrutmen.

Mayoritas (76%) memanfaatkannya untuk penyaringan kandidat atau screening CV secara otomatis. Ini artinya, CV Anda harus bisa "berbicara" kepada mesin sebelum sampai ke tangan HRD.

AI tidak serta merta menghilangkan pekerjaan, tetapi mengubah cara kerja dan jenis keahlian yang dibutuhkan.

Pekerjaan repetitif dan administratif kini banyak diotomatisasi.

Di sisi lain, permintaan untuk peran-peran baru yang berkaitan dengan teknologi, analisis data, dan strategi kreatif justru meningkat.

Jadi, masalahnya bukan semata-mata "AI mengambil pekerjaan", melainkan "apakah kita sudah siap dengan pekerjaan yang dibutuhkan di era AI?"

Adaptasi adalah Kunci: Berhenti Menyalahkan, Mulai Berbenah


Daripada terjebak dalam narasi ketakutan terhadap AI, mari kita fokus pada solusi: adaptasi.

Ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan tuntutan baru inilah yang sebenarnya menjadi penghalang terbesar bagi banyak pencari kerja.

Perusahaan kini tidak hanya mencari ijazah atau nilai akademis, tetapi individu yang menunjukkan kemauan belajar, fleksibilitas, dan kemampuan untuk berkembang seiring teknologi.

Berikut adalah saran praktis bagi para pencari kerja dan fresh graduate untuk beradaptasi dan menjadi talenta yang paling dicari di era digital:

A) Kuasai Keahlian Hibrida: Campuran Skill Teknis dan Non-Teknis


Di era AI, menjadi "spesialis generalis" adalah sebuah keuntungan. Anda perlu memiliki kombinasi keahlian yang seimbang:

(1) Hard Skills (Keahlian Teknis)


 

  • Literasi Digital & Data: Pahami cara membaca dan menginterpretasi data. Kemampuan menggunakan tools seperti Google Analytics, Tableau, atau bahkan Excel pada tingkat lanjut akan menjadi nilai tambah yang signifikan.

  • Pemahaman Dasar AI & Machine Learning: Anda tidak harus menjadi seorang engineer, tetapi memahami bagaimana AI bekerja dan bagaimana Anda bisa memanfaatkannya dalam pekerjaan Anda (misalnya menggunakan ChatGPT untuk riset atau copywriting) akan membuat Anda lebih unggul.

  • Keahlian Spesifik Industri: Pelajari software atau platform yang relevan dengan bidang yang Anda tuju, misalnya tools desain untuk industri kreatif atau software akuntansi untuk bidang keuangan.