Tinggalkan Perayaan, Mulai Percakapan: Jurus Jitu Mengoptimalkan Sprint Retrospektif

Subscribe dengan Account Google untuk mendapatkan News Letter terbaru dari Halovina !
Tinggalkan Perayaan, Mulai Percakapan: Jurus Jitu Mengoptimalkan Sprint Retrospektif

Acara sprint retrospektif seringkali terasa seperti pesta perayaan.

Kita berkumpul, melihat kembali pencapaian tim yang gemilang, dan saling bertepuk tangan atas keberhasilan yang diraih dalam satu sprint.

Suasana memang terasa hangat dan penuh semangat, tapi apakah itu saja sudah cukup?

Seorang leader yang bijaksana memahami bahwa momen ini jauh lebih dari sekadar perayaan. Ia melihat retrospektif sebagai peluang emas untuk menumbuhkan tim, bukan hanya merayakan kemenangan.

"Jangan hanya hadir dan ikut meramaikan suasana terkait pencapaian". "Tapi juga berikan feedback pada tim Anda tentang apa yang perlu diperbaiki, ajak mereka bicara, dan dengarkan cerita serta kesan mereka di sprint kemarin."

Ini adalah pergeseran pola pikir yang fundamental. Retrospektif seharusnya tidak hanya berfokus pada "apa yang telah kita capai", tetapi juga pada "bagaimana kita bisa menjadi lebih baik".

Mengapa Feedback Positif Saja Tidak Cukup?


Bayangkan sebuah tim sepak bola yang baru saja memenangkan pertandingan. Mereka merayakan kemenangan, memuji gol-gol fantastis, dan merasa puas. Namun, jika mereka tidak pernah membahas mengapa pertahanan mereka rapuh atau mengapa operan mereka sering tidak akurat, mereka tidak akan pernah berkembang.

Hal yang sama berlaku dalam tim kerja. Pujian dan pengakuan memang penting untuk menjaga motivasi.

Namun, untuk benar-benar tumbuh, kita memerlukan umpan balik yang konstruktif. Umpan balik ini bukanlah kritik yang menjatuhkan, melainkan observasi yang bertujuan untuk meningkatkan performa di masa depan.

Ini tentang mengidentifikasi 'titik buta' yang mungkin tidak disadari tim, lalu secara bersama-sama mencari solusi.

Kekuatan Mendengar dan Bercerita


Aspek kedua dari pemikiran leader ini adalah mengajak tim untuk berbicara dan mendengarkan.

Sprint retrospektif bukanlah forum satu arah di mana leader menyampaikan arahan. Ini adalah ruang untuk berbagi.

Ketika Anda meminta anggota tim untuk menceritakan kesan mereka, Anda membuka pintu untuk memahami apa yang sebenarnya mereka rasakan.

Mungkin ada hambatan teknis yang tidak terdeteksi, mungkin ada miskomunikasi antar tim, atau mungkin ada anggota tim yang merasa tidak didengar.

Dengan mendengarkan cerita-cerita ini, Anda mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang dinamika tim.

Mendengarkan dengan empati juga membangun kepercayaan. Anggota tim akan merasa dihargai dan aman untuk mengungkapkan pendapat mereka, baik itu kabar baik maupun hal-hal yang perlu diperbaiki.

Lingkungan yang aman ini adalah fondasi bagi inovasi dan kolaborasi yang kuat.

Momen Pertumbuhan Bersama


Jadi, bagaimana kita menerapkan pemikiran ini?

  1. Beranikan Diri Memberi Feedback Konstruktif. Siapkan beberapa poin yang Anda lihat bisa diperbaiki, dan sampaikan dengan cara yang membangun. Fokus pada masalah, bukan pada individu. Gunakan kalimat seperti, "Saya perhatikan ada beberapa hambatan dalam proses deployment. Bagaimana menurut kita cara terbaik untuk mengatasinya?"

  2. Buka Ruang Diskusi yang Jujur. Mulailah retrospektif dengan pertanyaan terbuka, seperti "Apa satu hal yang paling membuat Anda frustrasi di sprint ini?" atau "Ada cerita menarik apa di balik tugas yang paling menantang?"

  3. Dengarkan dengan Tulus. Jangan langsung menyela atau memberikan solusi. Biarkan setiap orang selesai berbicara. Saring informasi yang mereka bagikan dan ajukan pertanyaan klarifikasi jika diperlukan.


Pada akhirnya, sprint retrospektif yang efektif adalah tentang perubahan. Ini adalah saat di mana kita tidak hanya melihat ke belakang, tetapi juga merencanakan langkah ke depan.

Dengan berani memberikan dan menerima feedback, serta membuka diri untuk mendengar dan bercerita, kita mengubah retrospektif menjadi ruang pertumbuhan sejati yang mendorong tim untuk terus menjadi versi terbaik dari diri mereka.

Ini adalah kunci untuk membangun tim yang tidak hanya sukses, tapi juga tangguh dan terus belajar.

Baca artikel lainya :