Filosofi TerasJauh dari kesan filsafat sebagai topik berat dan mengawang-awang, Filosofi Teras justru bersifat praktis dan relevan dengan kehidupan Generasi Milenial dan Gen-Z masa kini. Buku yang pertama kali diterbitkan pada 2019 ini mengajarkan kita tentang pengendalian emosi negatif yang ada dalam diri kita. Free Klik Disini ! |
Blockchain telah melahirkan banyak inovasi dibidang transaksi mata uang digital, antusiasme orang menggunakan blockchain ternyata membuat lalulintas jaringan blockchain menjadi sangat ramai, dan tentunya ini membuat proses transaksi menjadi lambat.
Di tengah masalah ini, hadirlah ide tentang perlunya jaringan baru untuk memfasilitasi transaksi antar pengguna yang di namakan Lightning Network.
Lightning Network adalah jaringan yang berjalan di atas jaringan blockchain yang bermanfaat untuk memfasilitasi transaksi secara langsung antar pengguna, alias peer-to-peer.
Hanya saja, seluruh catatan transaksinya tidak terekam di dalam catatan blockchain. Oleh karenanya, jaringan ini kadang disebut sebagai jaringan lapis kedua atau jaringan off-chain.
Jaringan tersebut sangat dibutuhkan di blockchain. Sebab, durasi tiap transaksi yang akan dieksekusi di teknologi blockchain pasti akan kian lama seiring maraknya transaksi aset kripto di atasnya. Hal ini menjadi perhatian pelaku pasar kripto, tak terkecuali Bitcoin.
Alhasil, seluruh transaksi bisa dilakukan dengan cepat dan dengan biaya yang lebih murah. Di samping itu, teknologi ini juga mengurangi beban kerja jaringan blockchain utama.
Perjalanan Lightning Network dimulai pada 2015, di mana akademisi lintas keilmuan Joseph Poon dan Thaddeus Dryja memperkenalkan teknologi ini sebagai solusi atas lambatnya transaksi blockchain.
Solusi ini terus dikembangkan menjadi medium komplementer untuk transaksi harian hingga saat ini.
Awalnya, teknologi ini dipasangkan dengan jaringan blockchain Bitcoin. Namun, Lightning Network sendiri berbeda dengan jaringan Bitcoin.
Sebab, jaringan ini memiliki node-node dan piranti lunaknya tersendiri, sehingga pengguna perlu menciptakan transaksi khusus terlebih dahulu di blocckchain untuk keluar-masuk Lightning Network.
Temuan Poon dan Dryja mengubah arena permainan kripto jadi lebih bersaing. Tanpa Lightning Network, blockchain Bitcoin hanya mampu memproses tujuh transaksi per detik sebab prosesnya yang rumit dan perlu konsensus dari semua node.
Padahal, idealnya transaksi per detik yang harus bisa dieksekusi oleh bitcoin adalah ratusan ribu mengingat peminatnya sudah semakin banyak.
Selain itu, tiap hari jumlah bitcoin yang telah ditambang pun semakin meningkat, dan dengan tiap transaksinya harus dicatatkan pada buku besar blockchain atas konsensus semua node.
Nah, Lightning Network membabat kelemahan tersebut, sehingga biaya transaksi dapat dipangkas dan waktu transaksi bisa dipercepat.
Namun, peningkatan frekuensi transaksi per detik yang fantastis itu tentu saja tidak gratis. Ada biaya yang harus dibayarkan dari rute informasi pembayaran antara node dan biaya untuk membuka dan menutup saluran pembayaran (chanel) Lightning Network.
Biaya transaksi ini bisa meningkat di kemudian hari, namun saat ini terhitung lebih murah ketimbang transaksi dalam blockchain.
Dengan catatan, chanel tidak sering dibuka tutup. Hal ini juga menjadi kelemahan lightning network, yakni penggunaannya harus terus online agar bisa terus berpartisipasi.
Adapun jaringan Lightning Network kini tak hanya digunakan oleh Bitcoin semata. Aset kripto seperti Litecoin pun telah mengintegrasikannya ke jaringannya.